Sumatera Utara.SRN I Kasus penguasaan lahan PTPN di Sumatera Utara masih menjadi buah bibir dimasyarakat. Faktanya, tak sedikit masyarakat kesulitan untuk melakukan pengurusan kepemilikan lahan PTPN yang diduga telah habis masa berlakunya.Rabu, (14/5).
Namun herannya, Tanah PTPN yang dahulu di gunakan untuk bercocak tanam dengan perjanjian Hak Guna Usaha (HGU), kini beralihfungsi menjadi perumahan dengan modus perjanjian kerja sama seperti yang terjadi antara PTPN I Regional 1 dengan Ciputra KSPN.
Ini menunjukan ketidakadilan pasca adanya pernyataan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN pada saat rapat khusus dengan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution di Kantor Gubernur ( Kamis, 8 Mei 2025 ) menyebutkan bahwa lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873 ha di Sumut masuk kategori tanah Negara Bebas.
“Artinya dengan adanya pernyataan Menteri ATR/BPN saat rapat khusus dengan Gubernur Sumut menyebutkan ada 5.873 ha masuk dalam tanah negara bebas. Nah ini dimana saja, apakah termasuk yang didalam perjanjian kerjasama antara PTPN I dengan Ciputra ???” Kata Iqbal, SH.MH selaku praktisi Hukum.
Sementara, Menyikapi pernyataan dari Manajemen PTPN I Regional 1 terkait kerjasama antara PTPN I Regional 1 dengan Ciputra KSPN telah mengantongi izin dari Kementerian mengundang pertanyaan publik.
Lahan eks HGU seluas 5.873 ha tersebut diidentifikasi berada di Kabupaten Deli Serdang 3.366 Ha, Kabupaten Langkat 1.210 Ha dan Kota Binjai 1.057 Ha, Namun warga masyarakat tidak mengetahui mekanisme untuk memiliki tanah yang telah di kuasai hingga puluhan tahun.
Terkait landasan hukum yang dijadikan konsideran bagi PTPN I Regional 1 kerjasama dengan Ciputra KPSN yaitu Peraturan Presiden No. 62 tahun 2011, dan Persetujuan Kementrian BUMN tahun 2014 ditambah dengan alasan lain terkait pertumbuhan ekonomi dan investasi di Kabupaten Deli Serdang ternyata masih menyisakan persoalan hukum.
Menurut praktisi hukum Iqbal, SH.MH, menyikapi persoalan tersebut menyatakan bahwa konsideran dasar hukum kerjasama antara kedua belah pihak harus dikaji lebih komprehensif dan harus melibatkan para ahli hukum, baik ahli hukum Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara.
“Ada kejanggalan kalau dilihat dari rujukan dasar hukum yang ditetapkan oleh PTPN I Regional 1 dalam kerjasama itu” ungkapnya kepada media serangkainews.com mengawali pembicaraan di sebuah cafe di Multatuli.
“Kejanggalan yang jelas terlihat adalah tidak ada menyertakan peraturan perundang-undangan terkait agraria dan pertanahan. Selain itu diduga tidak melibatkan pihak BPN dan Pemerintahan Propinsi maupun Kabupaten di dalam proses pelepasan lahan eks HGU PTPN II” kata Iqbal.
Menurutnya permasalahan itu harus melibatkan kedua instansi baik BPN maupun Pemerintah Daerah atau Propinsi yang memiliki otoritas terkait permasalahan tanah.
“Padahal jelas-jelas bahwa objek hukum dalam permasalahan tersebut adalah masalah agraria atau pertanahan. Dan kedua institusi baik BPN maupun Pemda memiliki otoritas penuh terkait masalah pertanahan” lanjutnya.
Menurut Iqbal bahwa sesuai aturan terkait pertanahan tersebut harus mengacu pada Peraturan Menteri ATR/BPN, no 18 tahun 2021 pasal 4 huruf g dan h.
“Mengacu kepada Permen ATR/BPN No. 18 tahun 2021 pasal 4 huruf g dan h secara gamblang menyatakan bahwa tanah negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf a dapat berasal dari :
g.tanah yang jangka waktunya berakhir serta tidak dimohon perpanjangan dan/atau pembaharuan.
h. Tanah hak yang jangka waktunya berakhir dan karena kebijakan Pemerintah Pusat tidak dapat diperpanjang dan/atau diperbaharui” paparnya.
Dalam kaitan tersebut tentu Hak Pengelolaan tanah oleh PTPN menjadi gugur dan tidak memiliki hak pelepasan seperti yang diatur pada Permentan ini pasal 42 disebabkan HGU tidak diperpanjang.
Kita patut mendukung komitmen dari Menteri ATR/BPN dan Pemprov Sumatera Utara yang menyatakan bahwa lahan tersebut bukan milik PTPN lagi dan telah masuk kategori tanah bebas.
Apalagi Kementerian ATR/Kepala BPN telah bertekad bahwa lahan eks HGU PTPN sebagai objek reforma agraria dan dalam pemberian hak tanah menjadi wewenang penuh Kementerian ATR/BPN.
“Prinsip keadilan dan pemerataan dalam upaya penyelesaian permasalahan pertanahan terutama di Sumatera Utara harus menjadi landasan moral seperti disampaikan Menteri ATR/Kepala BPN patut diacungi jempol dan didukung semua pihak” ujarnya.
Kita semua berharap ada solusi konkrit untuk menyelesaikan permasalahan pertanahan di Sumatera Utara dan juga perlu dilakukan kajian hukum serta investigasi terkait tindakan PTPN I Regional 1 yang telah melakukan upaya pelepasan hak yang patut diduga menyalahi prinsip hukum atau peraturan perundangan yang berlaku.
Faktanya di lapangan dalam kaitan pelepasan hak atas lahan eks HGU ditemukan adanya kejanggalan terkait tim yang dibentuk PTPN, penetapan nominatif yang diskriminatif, tumpang tindih kepemilikan, dan penetapan wilayah ulayat bahkan terdapat potensi korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Jangan atas alasan pertumbuhan ekonomi dan investasi ada pihak yang dapat mengabaikan hukum dan peraturan perundang-undangan dinegeri ini” pungkasnya mengakhiri.(Tim).